Karya Misi Gereja Barat
Sejak zaman para rasul, kaum beriman sibuk meneruskan iman mereka kepada orang lain. Ada juga misionaris-misinaris yang berani pergi kepada masyarakat yang memusuhi mereka, atau masyarakat yang berbahasa lain, demi mewartakan injil. Tetapi ketika seluruh Eropa kurang lebih dipersatukan oleh agama Kristen dan bidang-bidang budaya dan sosial dijiwai oleh Gereja, masyarakat merasa bahwa tugas misioner telah mencapai tujuannya. Apa yang ada di luar bangsa-bangsa Kristen? Mereka tentu akan menjawab: "Hanya orang-orang Islam." Kaum Islam merupakan musuh-musuh keras bagi bangsa-bangsa Kristen. Bangsa-bangsa ini tidak berpikir bahwa ada masyarakat lain selain mereka dan kaum Islam.
Beberapa tokoh seperti Fransiskus dari Assissi atau Raymundus Lull berpandangan bahwa lebih baik mewartakan Kristus di antara kaum Islam daripada melawan mereka dengan senjata. Ada juga beberapa misionaris, seperti Juan de Montecorvino, yang menjelajahi Asia dengan berjalan kaki sampai ke daratan Cina. Tetapi mereka ini merupakan kekecualian. Pada zaman itu, yang sudah cukup jauh dari kita, Gereja-Gereja Eropa sudah mempunyai tradisi-tradisi yang sudah berabad-abad lamanya mereka sudah mempunyai kebudayaan sendiri, cara sendiri untuk memikirkan iman dan bagaimana menghayati injil. Sangat sulit bagi masyarakat pada zaman itu untuk memahami kebudayaan lain dan menyampaikan injil kepada mereka sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengatur diri sebagai suatu Gereja yang sesuai dengan watak dan cara berpikir mereka. Itulah sebabnya karya misi Gereja di tempat-tempat yang jauh itu tidak berkembang dan Gereja menjadi identik dengan iman Kristen gaya Eropa.
Tetapi ketika Marco Polo, Vasco de Gama dan Kristoforus Columbus berhasil menerobos tembok ketidak-tahuan yang meliputi iman Kristen, Gereja menyadari bahwa sebagian besar dari dunia belum mendapat pewartaan Injil: Afrika, Asia dan Amerika. Orang pertama yang berlayar ke negara-negara yang jauh adalah pedagang-pedagang dan petualang-petualang orang-orang sederhana biasanya tidak berani berpetualang. Tetapi segera sesudah mereka menemukan dunia baru, mereka didampingi oleh petualang-petualang iman, orang-orang yang bersemangat memenangkan bagi Kristus mereka yang belum mengenal-Nya. Di antara mereka yang pergi tanpa membawa senjata, tanpa persiapan selain iman mereka, adalah orang-orang kudus dan martir.
Di Afrika, misi dan kolonisasi berkembang bersamaan. Iman Kristen dapat merambat ke agama-agama animis. Dalam pewartaan mereka, misionaris-misionaris tidak memberi perhatian secukupnya pada latar belakang kebudayaan sehingga jumlah banyak yang dipermandikan tidak berarti bahwa lubuk hati jiwa Afrika telah ditobatkan.
Di sebagian besar Asia, khususnya Cina dan India, banyak misionaris tidak siap memberi pewartaan yang bertolak dari pengetahuan kebudayaan dan agama lokal. Ketidak-tahuan akan pengalaman religius yang sudah lama ada menghasilkan pertobatan dari segelintir minoritas kecuali di beberapa bagian India dan Vietnam.
Nampaknya karya misi di Amerika lebih mudah dan berhasil. Orang-orang Spanyol telah menghancurkan bangsa-bangsa asli dan, kadang-kadang, merusakkan kebudayaan mereka penduduk-penduduk asli tidak melawan iman dan di beberapa tempat, orang-orang yang menjadi Kristiani diberi beberapa keistimewaan. Tetapi di bawah lapisan tipis kebiasaan-kebiasaan Kristen, penduduk asli masih mempertahankan kepercayaan-kepercayaan kekafiran. Kebanyakan dari mereka tidak berjumpa dengan Kristus, dan mereka tidak bertobat kepada Injil secara sungguh-sungguh.
Dari Para Rasul Kepada Kita
Sumber : Kitab Suci Komunitas Kristiani (Edisi Pastoral Katolik)