PENGANTAR
Dalam ceritera Yesus menurut Injil Matius (21:28-32) hari ini, ada seseorang yang minta kedua anaknya supaya bekerja di kebun anggurnya. Anak yang satu menjawab positif, tetapi tidak melaksanakannya. Sedangkan jawaban anak yang lain memang negatif, namun sebaliknya melakukannya. Dalam ceritera itu Yesus mau menunjukkan perbedaan sikap dan cara hidup dan berbuat orang-orang beragama. Yaitu perbedaan antara cara hidup beragama secara resmi lahiriah saja, dan cara hidup beragama dengan menghayatinya lahir batin. Perbedaan dasar mereka ini dikemukakan juga dalam Bacaan I (Yeh 18:25-28), dan terutama dalam Bacaan II, yaitu surat Paulus kepada jemaat di Filipi (2:1-11), yang sangat indah dan mendalam.
HOMILI
Seperti juga dalam beberapa Hari Minggu terakhir, perumpamaan hari ini mengingatkan kembali kepada kita nilai-nilai dasar hidup manusia di dalam Kerajaan Allah, yang diwartakan dan dibangun oleh Yesus Kristus. Meskipun mungkin kata-kata kritis Yesus terutama ditujukan kepada kaum pemimpin agama Yahudi, namun Matius ingin meneruskannya juga kepada kita sekarang ini juga! Dalam ceritera perumpamaan Yesus itu, kita masing-masing dapat melihat dan mengenal serta menafsirkan kembali penghayatan hidup kita sebagai orang yang beragama.
Kita memang melakukan ibadat/ritus upacara keagamaan (liturgi dan doa), tetapi apakah kita juga melihat apa yang dilihat dan dilakukan Allah di dalam masyarakat sekeliling kita? Injil hari ini memperkenalkan kepada kita orang-orang yang tampaknya sangat saleh dan patuh beribadat, tetapi dalam kenyataannya mereka itu tidak membuktikan memiliki hati, yang dapat melihat dan memperhatikan hati dan kehendak Allah! Ceritera Yesus hari ini merupakan suatu ajaran bagi kita, yang memang mengaku diri sebagai orang kristiani, namun tidak hidup beragama dan menghormati Allah secara sungguh kristiani. Tetapi juga ada orang-orang yang tak membanggakan diri sebagai orang kristiani, bahkan baru mengenal Kristus di kemudian hari, namun nyatanya mereka hidup dan melaksanakan nilai-nilai kristiani.
Banyak orang mengaku dirinya kristiani, namun tidak menghayati kekristenannya. Mereka hanya melakukan pelayanan bibir (lip service) belaka, dan bukan ungkapan pertobatan serperti terbukti dalam perbuatan. Tuhan Allah memang sangat sabar. Ia melihat dan menunggu sambil melihat, sejauh mana umat-Nya yang berkata “tidak mau” untuk melaksanakan perintah-Nya, akhirnya toh dapat menjadi seruan “ya saya mau”, yang sungguh-sungguh atau definitif dan dilaksanakannya!
Kiranya justru sekarang di tengah perkembangan dan kemajuan di dunia kita ini, namun juga sekaligus disertai kemunduran dan penurunan nilai-nilai agama, kemanusiaan, susila dan peradaban, sangat dibutuhkan adanya evangelisasi dan pembaharuan diri, namun juga harapan. Kalau dalam menghadapi situasi itu kita hanya menekankan hal-hal seperti institusi, hukum, dan hal-hal yang resmi seperti undang-undang, -semua itu ternyata tidak akan menolong untuk mengembalikan nilai-nilai agama dan hidup kita, betapapun meriah dan serba lengkapnya! Apabila perbuatan-perbuatan keagamaan lahiriah kita bukan merupakan ungkapan suara hati kristiani sejati, seperti diajarkan dan dilaksanakan oleh Yesus sendiri, maka hidup kita adalah penghayatan hidup kristiani palsu. Hidup beragama adalah suatu proses membaharui diri lahir batin menurut ajaran, namun juga dan terutama menurut teladan seluruh hidup Yesus.
Surat Paulus kepada umat di Filipi (Flp 2:1-11), yang ditulisnya dalam penjara, sangat indah dan mendalam. Dari dalam penjara Paulus mengajak umatnya supaya mereka membuat dia lebih bergembira. Kegembiraan Paulus yang diharapkan dari umat ialah: “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, sati jiwa, dan satu tujuan, dengan tidak mencari kepeningan sendiri atau pujian yang sia-sia”. Paulus mau meyakinkan umatnya dengan mengatakan: “Dalam hidupmu bersama hendaklah kamu bersikap seperti Kristus Yesus”. Lalu ia menunjukkan siapa Yesus itu sebenarnya dan apa yang dilakukan-Nya. Ternyata Yesus yang begitu merendahkan diri, untuk akhirnya dijunjung begitu tinggi dan dimuliakan.
Bagaimana kita perlu menghayati evangelisasi diri?
- Setapak demi setapak kita berusaha menerima dan menghayati Injil, yaitu ajaran dan teladan Yesus sejati utuh: dengan pengertian, kata-kata dan dengan perbuatan.
- Komunitas kita, yaitu keluarga, biara, pastoran, kelompok, diubah dari sifatnya sebagai organisasi, institut, lembaga menjadi komunitas sejati, sebagai suatu tubuh yang hidup, bukan sebagai alat mekanik dengan tekanan pada peraturan demi tercapainya prestasi tinggi.
- Membuka hati kita untuk mau mendengarkan apa yang diajarkan dan diperintahkan Yesus untuk Gereja dan masyarakat kita di zaman ini.
- Kita diminta kesediaan bekerja di kebun anggur Tuhan di paroki kita dengan sikap setia, murah hati, penuh semangat dan harapan.
Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.
kumpulan Homili Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm